Kamis, 17 Juli 2014

RACHEL CORRIE: "AKU YAHUDI DAN AKU MELAWAN PENINDASAN!!"


Rachel Corrie adalah gadis cerdas asal Amerika keturunan Yahudi. Rachel seorang mahasiswi seni dan penulis dari Evergreen State College, Washington yang juga aktivis International Solidarity Movement (ISM). Namanya begitu harum diseluruh belahan bumi karena berani melawan kebiadaban Zionis Israel. Dia memutuskan untuk datang ke Palestina pada 2003 sebagai bagian dari studinya. Rachel memberanikan diri datang ke Palestina ketika pada saat yang bersamaan Amerika dan Nato memulai rencana invasi dengan membombardir Irak atas tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal dan pada saat di Palestina sendiri sedang berada di puncak perlawanan meletusnya *Intifada kedua (*membebaskan diri).

Perjuangannya di Palestina adalah menghentikan pemukiman ilegal yahudi di tanah pendudukan. Ia tak henti-henti dengan keberanian dan kegigihannya untuk menghalangi penggusuran rumah-rumah orang Palestina dengan pengeras suara, berkali-kali Buldozer Zionis Israel mundur tidak jadi menggusur rumah rakyat Palestina karena dihalang-halangi oleh Rachel. Puncak perjuangannya berakhir pada saat ia membela mati-matian rumah seorang apoteker Palestina dengan nyawanya di Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza yang masuk ke dalam ambisi politik ekspansionis Israel.

Pada usia 23 tahun, tepatnya tanggal 16 Maret 2003, Rachel tewas dilindas oleh traktor milik IDF (Israel Defence Force) yang tidak mau memberhentikan geraknya saat Rachel melakukan aksi demonstrasi langsung dengan tidur telentang di hadapan kendaraan berat itu. Saat mesin baja Caterpillar D9R itu datang, Rachel sama sekali tidak beranjak, ia justru berlutut dan menjadi tameng hidup. Dia melindungi rumah orang-orang Palestina yang bahkan ia sendiri tidak pernah mengenalnya. Dia ditabrak dan dilindas oleh buldozer yang dihadangnya, hingga mengakibatkan tengkorak kepalanya retak, tulang rusuknya hancur sampai menembus paru-parunya. Dengan penderitaan luar biasa akhirnya Rachel tewas bersimbah darah dalam perjalanan menuju rumah sakit.
Rachel bukan anggota PLO, bukan pula anggota komunis Palestina DFLP, tentunya dia juga bukan HAMAS. Tapi, Israel seakan tak peduli, bahkan mempropagandakan kebohongan pada dunia bahwa peristiwa tersebut adalah murni kecelakaan, sekaligus menjustifikasi bahwa pendudukan ilegal Israel atas tanah Palestina adalah hak berdaulat Israel. Bahkan proses hukum yang diperjuangkan keluarga beserta aktivis-aktivis kemanusiaan untuk memperkarakan Israel di negara asalnya Amerika tidak dapat dilanjutkan, dikarenakan hal tersebut sama saja mengecam secara implisit kebijakan Amerika terhadap pendudukan Israel. Amerika menganggap Rachel berada pada posisi yang "salah", itulah mungkin alasan kuat mengapa Amerika sendiri mendiamkan kasusnya, tenggelam ditelan waktu.

Beberapa waktu setelah peristiwa itu terjadi, Yasser Arafat menelepon langsung kepada ayahnya Craig Corrie dan berkata, "Dia Putri anda, tapi dia juga sekarang Putri Palestina". Kematian Rachel telah membawa pesan kepada dunia, bahwa kemanusiaan bukanlah soal pembelaan terhadap agama, keturunan, atau ras yang tertindas, tapi soal perasaan yang bertindak. Demi menghormati perjuangannya, rakyat Palestina menjadikan namanya sebagai sebuah nama jalan di Tepi Barat. Hingga pada 2010, namanya juga diabadikan menjadi sebuah kapal Republik Irlandia dengan misi kemanusiaan untuk membongkar blokade Israel yang menjadikan Gaza sebagai penjara terbesar di dunia dengan 1,7 juta penduduk terisolasi.

Rachel adalah simbol anomali, ia seorang yahudi yang konsisten menentang penindasan dari sebuah negara dengan ideologi previllege bagi bangsa yahudi yang terdiaspora, menentang dominasi Imperialisme negara adidaya yang sering menekan negara berkembang, yang tak lain adalah negaranya sendiri.

"Mereka adalah kita, kita adalah mereka" kata-kata itu adalah salah satu ungkapan dalam catatan penting hariannya yang dipublikasikan secara lengkap oleh Guardian dalam tajuk yang berjudul "Rachel's War". Ungkapan ekspresi yang menuliskan sebuah deskripsi bahwa Rachel adalah seorang pengusung Pluralisme Universal, cinta damai, dan menolak segala bentuk kekerasan yang ada di muka bumi. Rachel menghabiskan waktunya untuk kemanusiaan. Puisi, agitasi dan sketsanya telah menerobos batas-batas negaranya yang rigid, rasis, dan superior. Menusuk alam bawah sadar dogma anti perbedaan yang menstimulan kesadaran manusia untuk berpikir maju dan berempati.


"Bila kata terujar mulutku tak berarti, biarkan ia mengambang sesaat di udara. Kan kujadikan itu kata-kata canda menghibur hingga kelak kucipta kalimat bermakna yang mengitarinya. Kumau terbang melayang untuk berkibar.... beri aku jeda waktu, jangan komentari.... biarkanku menari, mengitari kelopak bunga lily. Kemudian melesat bagai air mancur, terbang menyertai kata-kataku yang tak berarti itu". Kalimat-kalimat ini adalah petikan dari salah satu catatannya. Kuat dan inspiratif. Seperti penegasannya. "Beri aku jeda waktu, jangan komentari..." menunjukan betapa dia sangat menghargai proses bagaimana menjadi manusia merdeka. Dia yakin, tak ada yang sia-sia dari setiap imajinasi yang terujar merdeka.

Yah, imajinasi yang merdeka, ia adalah simbol meleburnya antara rasio dan perasaan yang menghasilkan kekuatan perlawanan yang tak terakar. Ia mereduksi segala bentuk ketakutan menjadi sebuah mimpi yang hidup sebagai energi yang menghidupkan, menjelma dalam tulisan bagi para pembaca yang tersadarkan. Tersadarkan dari tidur lelap yang membakar hingga meruntuhkan tembok-tembok angkuh yang menindas kemanusiaan.

Rachel Corrie, nama yang akan terus abadi sebagai simbol resistensi pembebasan kemanusiaan, nama yang akan abadi menjadi energi yang menghidupkan rakyat dunia yang tercerai berai karena agama, ras dan ideologi. Rachel Corrie, sebuah nama yang akan selalu menggetarkan rasa kemanusiaan.

2 komentar: