Rabu, 24 Juli 2013

MANIFESTO NON-BELIEVER (RESISTENSI PURITANISME AGAMA)

Kami para pencari kebenaran yang telah mempelajari banyak ilmu secara interdisipliner, menyadari bahwa agama hanyalah sekumpulan dogma dan simbol-simbol tertentu dari hasil olah pikir manusia yang mengacu kepada "suatu makna" dibalik itu. "Sesuatu" yang sukar dijelaskan oleh kata-kata yang gamblang. Namun para agamawan begitu mudahnya mem-bypass dan menjadikan ritual serta dogma sebagai kebenaran final, kebenaran dalam dirinya, sehingga terus menerus berkubang disitu dan tidak mampu menembus makna dibalik itu. Walau bertentangan dengan kebenaran faktual ilmu pengetahuan. (MANIFESTO NON-BELIEVER)

Sesungguhnya sebaik-baiknya agamawan, tetaplah mereka penipu, masih jauh lebih baik penjahat yang jujur. Sebab mereka membajak spiritualitas dengan arogansi kebenaran semu. Kebenaran yang hanya dapat dijelaskan oleh mistisisme klaim mukjizat masa lampau yang tidak dapat diotentifikasi kebenaranya. Kebenaran semu yang mereka terus propagandakan sebagai absolutisme walau kenyataannya bertentangan dengan fakta ilmu pengetahuan, lucunya tetap saja mereka mempromosikan kebenaran tersebut kepada umatnya, dan para umat terus menerus mengangguk, hingga bertransformasi menjadi domba-domba yang siap digembalakan kemana maunya si agamawan.

Agama adalah candu buat para pemalas dan orang-orang putus asa. Ia menyediakan sekian banyak kemudahan dalam menjalani hidup dan menjanjikan begitu banyak kenikmatan surga. Ia membiasakan kita pada konsep dosa dan pahala. Konsep yang menjadikan kita akan selalu pamrih atas segala bentuk perbuatan baik kita. Agama mematikan sejuta kemungkinan mencapai jalan spiritualitas yang sebenarnya. Ia mengharuskan kita menjalani cara yang telah ditentukan oleh isi kitabnya. Dengan mudahnya kita dituduh sesat oleh para pengikutnya apabila menolak meyakininya lalu dengan mudahnya kita dihakimi jika tidak mau mempercayainya.

Benarlah bahwasannya agama adalah citra keangkuhan. Keangkuhan yang didasari oleh rasa takut, sebagian besar merupakan ketakutan pada teror dan anomali yang ditimbulkan oleh sesuatu yang tidak diketahui, tidak dapat dijelaskan, ketakutan adalah dasar agama, takut pada hal-hal misterius, takut kalah dan takut mati. Ketakutan adalah induk dari segala bentuk kekejian, maka tidaklah mengherankan jika fakta sejarah menyimpulkan bahwa agama dan kekejian selalu berjalan beriringan.

Agama adalah candu yang meracuni hati kita dan menjauhkan jarak kita dari sosok Tuhan yang sesungguhnya. Tuhan yang tidak menuntut apa-apa, Tuhan yang maha tersenyum pada setiap tindak dan perilaku kita, bukan Tuhan yang belagak seperti raja-raja feodal yang gila hormat dan terus meminta sesembahan. Agama menciptakan Tuhan yang berpihak dan menyembunyikan rahasia terbesar Tuhan, bahwa sesungguhnya Tuhan tidak beragama.


Spiritualitas sejati bukan tentang romantisme psikologis tentang kebenaran agama-agama tertentu, bukan pula suatu bentuk pelarian kekanak-kanakan dari penderitaan hidup. Bukan pula tentang kesaksian pengalaman Out of Body Experience atau Near Death Experience, yang sebenarnya hanyalah katarsis dari si pikiran.

Spiritualitas sejati adalah perjalanan rohani dan intelektualitas sejati dalam memaknai hidup ini, kini dan disini, yang menyadarkan akan keterhubungan kita dengan sesama, dengan semesta alam, dengan kehidupan, dengan misteri dari kesegalaan keteraturan ini. Spiritualitas itu lahir dari keinginan untuk menemukan keseimbangan. Dia dibiakkan dalam rahim dualisme suatu eksistensi, dan Pluralitaslah yang membuatnya tetap hidup.

 
 


Kamis, 18 Juli 2013

TENTANG KEHIDUPAN

Kegagalan adalah pelajaran dari kehidupan yang menegur semua rencana hidupmu. Ketika kamu gagal sesungguhnya semesta sedang memberikanmu rencana terbaiknya, jangan takut dengan kegagalan, karena setiap kegagalan adalah sebuah mesin yang bisa menghidupkan keberhasilanmu. Dengan kegagalanmu justru kau bisa melihat "suatu jalan untuk tidak berhasil" dan itu bisa mengajari kehidupan pada orang lain sehingga kamu menjadi pribadi yang bijak.

Ketika kamu jatuh, itu adalah awal kebangkitanmu. Tidak ada orang yang sehat jatuh tidak berdiri. Hidupmu adalah proses yang bercerita tentang kejatuhan, kebangkitan dan rasa senang. Nikmati sajalah, dan jangan mengeluhkan itu pada Tuhan, karena Tuhan yang maha kuasa itu pasti sangat lelah mengurusi miliaran umatnya yang terus menerus mengeluh dan protes ini itu, dikit-dikit bawa Tuhan, dikit-dikit bawa Tuhan, sampe kapan hidup bergantungan pada Tuhan? kapan kamu jadi manusia mandiri? Toh Dia sendiri akan terus menerus bersembunyi dibalik awan, malu untuk menampakkan diriNya dan terus menerus bercinta dengan bidadari surga. 

Ingatlah bahwa kamu lahir dari rahim evolusi dengan gratis. Mutasi biologis, semesta alam dan Tuhan tidak menuntut apa-apa, yang diminta mereka darimu hanyalah kemampuanmu bersabar untuk membentuk kehidupan sesuai dengan kemanusiaanmu.

Ketika kamu merasa salah memilih sesuatu dan jalan hidupmu, janganlah mengeluh, jalani saja pilihanmu dengan hati yang gembira. Karena kunci jawaban dari kegembiraan bukan pada pilihanmu tetapi pada kegembiraanmu dalam menjalani pilihan hidup apa adanya. Hidup adalah pemberian dan langkah terbaik ketika kita menerima adalah cukup berterima kasih, ketika kamu berterima kasih pada alam semesta maka kamu akan diberikan kehidupan dengan keindahan, yang penuh warna warni bunga di musim semi.

Janganlah mengeluh karena mengeluh adalah tanda kehampaan jiwa. Janganlah terus menerus menangis, karena menangis adalah tanda kelemahan. Janganlah terlena dengan pujian karena pujian adalah hinaan yang belum terwujud, dan jangan marah oleh hinaan karena dengan hinaan kau sedang mengumpulkan kemuliaan. Bersikaplah biasa saja. Seimbang dan sewajarnya.

Hiduplah dengan selalu tertawa, jangan kau bangunkan kehidupanmu dengan rasa amarah. Karena apapun yang dimulai dengan rasa amarah biasanya akan selalu berakhir dengan rasa malu.

Kamis, 04 Juli 2013

INTELEKTUAL IMITASI

 "....SIAPAPUN BISA JADI SARJANA, TAPI TAK SEMUA DAPAT MENJADI INTELEKTUAL...."

Saya tidak pernah memandang penting "kesatuan yang berwujud" (baca:entitas) dunia pendidikan, gelar akademis dan sederet hal-hal formalitas dalam intelektualitas. Karena intelektualitas tidak akan pernah bisa dibangun oleh entitas, dan bahwasannya entitas itu juga berisi manusia-manusia yang juga tak pernah jelas ukurannya. Ketika kamu terobsesi pada formalitas intelektualitas, di saat itulah kamu dilatih untuk menjadi burung beo atas pemikiran orang lain, kehilangan orisinalitas dan gagal mencari ilmu secara otodidak, kamu akan gagal membangun metode sistematika dirimu sendiri, kedisiplinanmu adalah kedisiplinan intelektual imitasi yang diciptakan oleh arus besar mainstream.

Gelar kesarjanaan adalah wujud sakralitas dunia pendidikan, tapi yang paling mengenaskan adalah ketika gelar tersebut cuma dipakai hanya untuk sekedar menjadi embel-embel simbol tambahan pada nama belakang kartu undangan pernikahan. Pendidikan saat ini berbasis industrialisasi, implikasinya melahirkan kompetisi, kompetisi yang sudah sepatutnya bermuara pada kemajuan pola pikir, bukan pada panjangnya titel berderet-deret tetapi hampa kritisisme. Pada akhirnya intelektual demikian tidak lebih dari budak pasar, yang akan terus menerus bertransformasi menjadi kuda troya korporasi besar.

Kini dunia mengarah pada simetrisnya arus informasi, dimana semua orang dengan mudah mendapatkan hak akses terhadap banyaknya informasi, era internet lambat laun mendegradasi tingginya nilai akademik yang dibentuk dalam entitas kesarjanaan. Sebab internet adalah jendela ilmu pengetahuan yang nyata, ia akan membentuk realitas akademik yang menjadi induk pemberian gelar menjadi tanpa batasan. Dimasa depan, gelar tidak akan lagi penting sebagai simbol kecerdasan atau intelektualitas, justru generasi yang melek internet lah yang akan memiliki kecerdasan revolusioner daripada mereka-mereka yang sibuk berkutat pada formalitas akademik. Gelar hanyalah simbol, selama paradigma dan pola pikirmu masih terimitasi oleh ilmu copy paste para akademisi bergelar profesor doktor, itu semua tiadalah berarti, sejauh gelar itu bisa kamu dapatkan dengan cara yang instant.

Kamu boleh saja memiliki gelar pendidikan yang berderet-deret, lulus masuk kerja di korporasi besar paling bergengsi, naik gaji sebagai Pegawai Negeri karena gelar panjang yang disandang, tapi tanpa mengenal realitas dunia, miskin filsafat, minim wawasan bacaan, tak pernah bermimpi dan berimajinasi, kamu tidak lebih dari ternak yang pandai.