Friedrich Wilhelm Nietzsche lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di
Röcken. Beliau dinamakan Friedrich Wilhelm karena hari kelahirannya sama dengan
hari kelahiran Friedrich Wilhelm seorang raja Prusia yang sangat dihormati pada
masanya, karenanya merupakan kebanggaan bagi Nietzsche kecil karena hari
kelahirannya selalu dirayakan banyak orang.
Ia dilahirkan di
tengah-tengah keluarga yang soleh. Kakeknya, Friedrich August Ludwig
(1756-1862) adalah pejabat tinggi dalam gereja Lutheran yang dapat disejajarkan
dengan seorang uskup dalam gereja Katholik. Ayahnya, Karl Ludwig Nietzsche
(1813-1849), adalah seorang pendeta di desa Röcken dekat Lützen, sedangkan
ibunya, Franziska Oehler (1826-1897) juga seorang Lutheran dan verasal dari
keluarga pendeta. Sehingga tidak mengherankan apabila keluarga Nietzsche sangat
terkenal dengan ketaatannya.
Kehidupan keluarga Nietzsche
sangat bahagia namun kebahagiaan ini tidak berjalan lama terutama setelah
kematian ayahnya pada tahun 1849, dikala Nietzsche berusia 4 tahun dan pada
tahun 1850, adik laki-laki Nietzsche, Joseph, meninggal juga. Setelah kejadian
tersebut keluarga Nietzsche pindah ke Naumburg yang merupakan kota asal nenek
moyang Nietzsche. Dalam keluarga, Nietzsche merupakan laki-laki satu-satunya,
anggota keluarga lainnya yaitu ibu, kakak perempuan, kedua tante dan nenek.
Pada usia menjelang 6 tahun ia masuk sekolah gymnasium, ia
termasuk murid yang pintar dan pandai bergaul, lalu ia mulai berkenalan dengan
karya-karya Goethe dan Wagner melalui teman-temannya ini. Pada usia 14 tahun
Nietzsche pindah sekolah yang bernama Pforta, yang merpakan sekolah asrama yang
menerapkan peraturan sangat ketat tak ubahnya bagai hidup di penjara. Disinilah
ia belajar bahasa Yunani, Latin dan Hibrani, dan dengan berbekal pengetahuan inilah
Ia akan menjadi ahli Filologi yang brilian. Karena kekagumannya terhadap
karya-karya klasik Yunani maka Nietzsche dan teman-temannya, Wilhelm Pinder dan
Gustav Krug membentuk kelompok studi sastra yang diberi nama Germania. Pada
tahun 1864 Nietzsche melanjutkan studi di Universitas Bonn untuk memperdalam
ilmu Filologi dan Teologi, dalam bidanf filologi ia diajar oleh Fiedrich
Ritschl dan banyak membantu kemahiran Nietzsche dalam bidang filologi. Pada
tahun 1865 Nietzsche memutuskan untuk tidak belajar Teologi, keputusan ini
sangat erat hubungannya dengan keraguannya akan keimanannya dan tentunya
mendapat tantangan dari ibunya, namun Ia pernah menulis surat bahwa “Jika
engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah, jika engkau
ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah…” dan pemikiran ini yang mendasari
Nietzsche untuk menjadi freetihinker. Di Bonn ia hanya tahan selama 2 semester
kemudian pindah ke Leipzig untuk belajar Filologi selama 4 semester, disini ia
banyak mendapatkan penghargaan dibidang filologi dari universitas.
Tokoh yang mempengaruhi dari segi intelektualnya adalah
Schopenhauer (1788-1860) dengan karyanya The World as Will and Ideas, 1819 yang
dibelinya di toko buku bekas. Dan tokoh lainnya adalah Friedrich Albert Lange
(1828-1875) dengan karyanya Sejarah Materialisme dan Kritik Maknanya pada Jaman
Sekarang, 1866. Dari kedua karya ini sebenarnya satu sama lain bertentangan,
buku yang ditulis oleh Schopenhauer mengungkapkan manusia secara utuh dan
dengan perasaan, sedangkan yang ditulis Lange lebih menekankan pada sisi
intelek saja dan pendekatannya lebih filosofis.
Pada tahun 1867-1868 Nietzsche mengikuti wajib militer untuk
melawan Prancis, dan disana ia mendapatkan banyak pengalaman yang tak terduga
dan masa dinasnya berakhir karena ia mengalami kecelakaan jatuh dari kuda.
Setelah berakhirnya masa dinas militer, Nietzsche merasa studi filologi itu
hambar dan mati, namun pendapat ini berubah setelah ia berkenalan secara
pribadi dengan musisi Richard Wagner, dan dari sinilah Nietzsche memperoleh
optimismenya kembali bahwa kebebasan dan karya yang jenius masih dapat dicapai
asalkan diresapi oleh semangat Wagner.
Pada tahun 1869 ia mengajar di Universita Basel, Swiss dan
mengajar disana selama 10 tahun kemudian berhenti karena kesehatannya memburuk.
Ia mengajarkan Filologi dan bahasa Yunani. Sejak keluar dari Basel kondisi
kesehatannya menurun, pada tahun 1870 ia mengalami sakit desentri dan difteri.
Sakit mata dan kepala makin parah sejak tahun 1875, dan serangan yang paling
parah pada tahun 1879 sehingga ia harus berhenti sebagai dosen.
Namuna selama masa istirahatnya Nietzsche malah semakin produktif
dalam menulis karya-karyanya, pada tahun 1872 ia menulis The Birth of Tragedy
out of the spirit of Music, tahun 1873-1876 ia menulis Untimely Meditations
yang terdiri dari 4 bagian. Pada tahun 1878 diterbitkan buku Human,
All-Too-Human, dan pada tahun 1879 ia mengeluarkan 2 karya yaitu Mixed Opions
and Maxims dan The Wander and His Shadow. Pada tahun 1879 inilah kondisi Nietzsche
sangat menurun sehingga ia harus mundur dari profesi dosen. Namun ia terus
berkarya dimana pada tahun 1881 ia berhasil menerbitkan buku yang berjudul
Fajar, Gagasan-gagasan tentang Praanggapan Moral, pada tahun 1882 diterbitkan
Die Fröhliche Wissenschaft dan dalam buku ini ia memproklamasikan Tuhan telah
mati (Gott ist tot). Pada tahun 1885 ia menulis Thus Spoke Zarathustra disini
ia mengungkapkan gagasan Übermensch. Pada tahun 1886 ia menulis Jenseits von
Gut und Böse, lalu ditahun berikutnya ia menulis buku yang berisi Kritik akan
modernitas, ilmu pengetahuan modern, seni modern dan disusul oleh buku yang
berjudul Zur Genealogie der Moral, Eine Streitschrift. Dan masih banyak lagi
karya-karya Nietzsche yang belum diterbitkan seperti Pudarnya Para Dewa (1889),
Antikristus (1895), Ecce Homo (1908).
Nietzsche mengakhiri hidupnya dengan kesendirian setelah
keinginannya untuk menikahi Lou Salome tidak disetujui oleh kakak perempuannya,
Elizabeth, karena rencana pernikahan yang melibatkan Paul Ree dimana mereka
terlibat cinta segitiga. Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1900 Nietzsche
menghembuskan nafas terakhirnya di Weimar, yang sangat tragis ia tidak
mengetahui bahwa ibunya telah meninggal dan juga ia mengetahui bahwa dirinya
mulai termasyur.
Gagasannya tentang Übermensch
Gagasan utama dari Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa (Will
to Power), dimana salah satu cara untuk menunjukkah kehendak untuk berkuasa ini
diungkapkan melalui gagasannya tentang Übermensch (Overman taua Superman).
Übermensch merupakan suatu tujuan hidup manusai didunia ini agar mereka kerasan
dan gagasan tentang Übermensch ini banyak diungkapkan dalam bukunya Also Sprach
Zarathustra dimana didalam buku tersebut diungkapkan :
Lihatlah, aku mengajarkan Übermensch kepadamu.
Übermensch adalah makna dunia ini.
Biarkanlah kehendakmu berseru.
Hendaknya Übermensch menjadi makna dunia ini.
(Also Sprach Zarathustra)
Melihat dari segi bahasa Über pada Übermensch mempunyai peran yang
menentukan dalam membentuk seluruh makna Übermensch, dimana kehendak untuk
berkuasa sebagai semangat untuk mengatasi atau motif-motif untuk mengatasi diri
(ST. Sunardi,1999,93). Sehingga akan lebih tepat apabila Übermensch diartikan
sebagai manusia unggul atau manusia atas.
Übermensch adalah cara manusia memberikan nilai pada dirinya
sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia, sehingga
Nietzsche tidak lagi percaya akan bentuk nilai adikodrati dari manusia dan
dunia, dan pemberian makna hanya dapat dicapai melalui Übermensch. Übermensch
merupakan suatu bentuk manusia yang yang menganggap dirinya sebagai sumber
nilai. Manusia yang telah mencapai Übermensch ini adalah manusia yang selalu
mengatakan “ya” pada segala hal dan siap menghadapi tantangan, yang mempunyai
sikap selalu mengafirmasikan hidupnya dan tanpa itu Übermensch tidak mungkin
akan tercipta. Jadi Übermensch tidak pernah menyangkal ataupun gentar dalam
menghadapi berbagai dorongan hidupnya yang dasyat.
Nietzsche juga percaya bahwa dengan berhadapan dengan konflik,
maka manusia akan tertantang dan segala kemampuan yang dimilikinya dapat keluar
dengan sendirinya secara maksimal, maka tidak mengherankan apabila Nietzsche
sangat gemar seakali dengan kata-kata peperangan, konflik dan sebagainya yang
dapat membangkitkan semangat manusia untuk mempunyai kehendak berkuasa.
Nietzsche percaya bahwa jalan manusia menuju Übermensch dan langkah
meninggalkan status kebinatangannya selalu dalam keadaan bahaya dan manusia
adalah mahluk yang tidak ada henti-hentinya menyeberang atau
transisisonal.(Nietzsche mengatakan bahwa manusia kedudukannya beraada
ditengah-tengah status kebinatangan dan Übermensch).
Dalam Übermensch yang dibutuhkan adalah kebebasan dan aku ingin
berkuasa dan yang menjadi ukuran keberhasilan adalah perasaan akan bertambahnya
kekuasaan. Namun demikian tetap saja Übermensch hanya dapat dicapai dengan
menggunakan seluruh kemampuan yang dimiliki manusia secara individual, dan
rumusan Übermensch yang dirasakan tepat adalah yang diungkapkan oleh Curt
Friedlin yaitu, kemungkinan paling optimal bagi seseorang diwaktu sekarang, dan
bukanlah tingkat perkembangan yang berada jauh di depan yang hanya ditentukan
secara rasional.(ST Sunardi,1999,102) Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kebesaran manusia ini hanya dapat dialami oleh orang yang mengarahkan dirinya
pada Übermensch, yaitu suatu kemungkinan optimal seseorang berdasarkan
potensialitas kemanusiannya atau dorongan hidupnya. (ST.Sunardi,1999,103).
Übermensch hanya dapat dicapai melalui kehendak untuk berkuasa sehingga manusia
mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan mengatasi masalahnya tanpa harus
bergantung pada moral dan agama (agama merupakan faktor penghambat) dan
Übermensch tidak mungkin dapat ditunjuk dengan jari. (Di sini terlihat ada
pengaruhnya dengan Zen Buddhisme).
Dalam membahas Übermensch tidak mungkin tidak, kita harus
mengungkapkan juga 2 moral dasar yang ada di dalam manusia yaitu moral budak
dan moral tuan, dan manusia yang ingin mencapai Übermensch harus mengarahkan
moralnya pada moral tuan.
Übermensch dari Sudut Pandang Eksistensialisme
Sebelum kita melangkah jauh membahas tentang gagasan Nietzsche
tentang Übermensch, maka ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang
Eksistensialisme. Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia dan
keberadaannya bersama dengan ada ada yang lainnya dan ada-ada yang lainnya itu
menjadi berarti karena adanya manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan pula
bahwa eksistensi adalah manusia sadar akan dirinya, manusia berdiri sebagai
diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Ada beberapa ciri umum Filsafat Eksistensialisme yang merupakan
perumusan dari beberapa filusuf eksistensialis, yaitu :
1. Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara
manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara
khas manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu
bersifat humanistik.
2. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi
berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat,
menjadi, merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari
keadaannya.
3. Di dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai
terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk.
Pada hakekatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih kepada
sesamanya.
4. Filsafat eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman yang
konkrit, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda.
(Harun Hadiwijono,1998,149)
Seperti telah diungkapkan diatas bahwa Übermensch merupakan tujuan
yang ingin dicapai oleh manusia dimana manusia itu dapat mengatasi kumpulan
manusia dalam massa dengan menggunakan kekuatannya. Yang menjadi tujuan utama
adalah menjelmakan manusia yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih berani, dan
yang terpenting adalah bagaimana mengangkat dirinya dari kehanyutan dalam
massa. Yang dimaksud kehanyutan dalam massa disini adalah manusia yang ingin
mencapai Übermensch haruslah mempunyai jati diri yang khas, yang sesuai dengan
dirinya, yang ditentukan oleh dirinya, tidak mengikuti orang lain atau norma
dan nilai yang berlaku dalam masyarakat atau massa pada umumnya. Manusia harus
berani menghadapi tantangan yang ada didepan mereka dengan menggunakan
keuatannya sendiri. Nietzsche pada kesempatan lain ingin mengusulkan untuk
dibentuk suatu seleksi untuk membentuk manusia atas atau manusia unggul dengan
cara eugenika. Dia mengatakan bahwa manusia unggul baru dapat dicapai apabila
ada perpaduan yang harmonis antara kekuatan, kecerdasan dan kebanggaan.
Dalam kesempatan lain Nietzsche mengungkapkan bahwa persamaan hak
atau atau persamaan antara bangasa serta asas demokrasi merupakan suatu gejala
bahwa masyarakat telah menjadi busuk. Tidak akan pernah ada persamaan hak
karena manusia mempunyai ciri0ciri yang unik yang individual, dan manusia yang
unggul ataupun bangsa yang unggul harus menguasai manusia atau bangsa yang
lemah, sehigga Nietzsche mendukung peperangan dan mengutuk perdamaian.
Perdamaian boleh terjadi tetapi untuk waktu yang tidak lama seperti yang
diungkapkannya dalam Also Sprach Zarathustra, yaitu :
“Kau harus cinta perdamaian sebagai alat untuk
peperangan-peperangan baru dan masa damai yang singkat lebih baik ketimbang
yang panjang. Kepadamu tidak kuanjurkan kerja, melainkan perjaungan, Kepadamu
tidak kuanjurkan perdamaian, melainkan kemenangan. Jadikanlah karyamu sebagai
perjuangan. Jadikanlah perdamaian sebagai kemenanganmu. Orang bisa tidak
bersuara dan duduk diam saja kalau ia memiliki busur dan panah, kalau tidak
mereka niscaya membual dan cekcok saja”.
Dari uraian disinilah terlihat bahwa Nietzsche sangat mengagungkan
konflik dan peperangan. Jadi Manusia atau bangsa harus dipimpin oleh bangsa
atau manusia yang unggul atau manusia atas, dan tidak akan pernah ada kesamaan
hak, karena doktrin kesamaan hak itu merupakan perlindungan bagi golongan yang
lemah agar tidak diserang atau dijajah oleh bangsa yang unggul seperti semboyan
yang terus diterikkan adalah laissezfaire pada masyarakat demokratis dimana
mereka merindukan kesamaan hak adalah sebenarnya orang-orang pengecut belaka.
Doktrin bangsa yang unggul adalah yang dipakai oleh Adolf Hitler dalam Nazisme.
Untuk mempertegasnya maka perlu diungkapkan apa yang telah diaktakan Nietzsche
dalam Also Sprach Zarathustra yaitu:
“Sebab bagiku beginilah bunnyi keadilan : ’Manusia tidaklah sama.’
Tidak pula merak akan menjadi sama”.
Nietzsche mengatakan dalam Also Sprach Zarathustra, yaitu Jadilah
manusia atas, ibarat samudera luas yang tidak akan luntur karena harus
menampung arus sungai yang keruh. Manusia harus terus menerus malampaui dirinya
sendiri, terus menerus mencipta. Dan dilanjutkan dalam bagian lain dalam buku
yang sama yaitu :
“Sudah tiba waktunya bagi manusia untuk menentukan tujuan baginya
sendiri. Sudah tiba saatnya bagi manusia untuk menanam bibit harapannya yang
seunggul-unggulnya…”
Dari ujaran Zarathustra diatas dapat diungkapkan bahwa Nietzsche
percaya bahwa manusia unggul selalu aktif dan kreatif yang tidak akan pernah
terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya, manusia selalu mempunyai ciri khas
tersendiri mempunyai nilai dan norma sendiri karena manusialah yang menciptakan
nilai dan norma tersebut. Manusia unggul harus meninggalkan apa yang menjadi
kepercayaan orang kebanyakan. Dan seperti telah diungkapkan diatas bahwa
manusia unggul baru akan terjadi apabila manusia itu dalam keadaan menderita,
karena untuk mejadi kreator diperlukan penderitaan dan banyak perubahan.
Nietzsche mengatakan bahwa hidup adalah kenikmatan yang harus
dihayati sedalam-dalamnya. Dalam Zarathustra sudah dikatakan juga bahwa manusia
adalah unggul, asalkan ia mau terus menerus menjulangkan gairahnya
setinggi-tingginya. Untuk itu, manusia harus bebas dari segala kekhawatiran dan
rasa dosa. Ia harus cinta akan kehidupan karena cinta kehidupan berarti sanggup
menanggung kenyataan bahwa manusia bukanlah sesuatu yang sudah selesai.” Dari
uraian diatas maka jelas merupakan ungkapan eksistensialis yang mengungkapkan
pentingnya manusia yang terus berkarya, dan manusia selalu dinais dan suatu ada
yang belum selesai.
Nietzsche terus mengungkapkan pentingnya keberanian yang harus
dimilki oleh manusia atas atau manusia unggul. Manusia unggul harus berani
menghadapi segala tantangan yang ada didepan, dan manusia harus berani
menderita guna mencapai tujuan hidupnya yaitu mencapai Übermensch, bahkan
keberanian itu harus ditunjukkan dalam menghadapi maut dengan diungkapkannya
semboyan “Matilah pada Waktunya” (Fuad Hassan,1992,58) Kematian itu datangnya
harus disambut seperti kita menyambut kelahiran datau kebahagiaan.
Bagaimanapun manusai terus berusaha untuk menjadi unggul manusia
juga harus terus menyadari bahwa manusai tidak akan mampu melampaui batas-batas
kemampuannya sendiri. Dalam Zarathustra juga diungkapkan suatu ajaran Yunani
Kuno yang berbunyi “Kenalilah dirimu”, dimana manusia harus mampu menjadi saksi
bagi dirinya sendiri dan atas dasar itu ia akan mampu pula mendudukkan dirinya
pada tempat yang sesuai. Dan dalam Zarathsutra Nietzsche mengungkapkan:
“Jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuanmu, melakukan
sesuatu yang melebihi kemampuan sendiri mengandung ciri kepalsuan yang
menjijikkan”
Ungkapan Nietzsche yang bisa menjadi renungan kita adalah setiap
orang mempunyai tempat sendiri dalam kehidupan ini, yaitu sesuai dengan
kemampuannya masing-masing (terlihat ada pengaruh dari Zen Buddhisme tentang
konsep Kekosongan atau ke-sunya-an).
Untuk menjadi Übermensch manusia haruslah menyadari siapa dirinya
dan karenanya manusia juga harus mengetahuai bahwa manusia sebelumnya adalah
“kau” dan ketika manusia telah sadar akan kemampuannya maka ia telah menjadi “aku”.
“Aku” lahir sebelum “Kau”. Dan sejah “aku” lahir maa manusia menjadi tak pasti,
ia terus menerus membantuk dirinya seolah-olah menuju kepastian dan kemantapan
akan tetapi hal ini mustahil karena ketidak pastian dan ketidakmantapan itulah.
Namun karena dalam keadaan khaos yang dihayati itulah, manusia menjadi kreatif
serta bisa bercita-cita setinggi-tingginya, dan oleh karena itu ia harus cinta
akan kehidupan.
Jika manusia tidak mempunyai cita-cita atau keinginan untuk
menjadi unggul maka Nietzsche sangat jengkel pada mereka yang selalu
mgnharapkan belas kasihan orang lain karena mereka tidak mempunyai rasa malu
dan Nietzsche mengatakan bahwa menjengkelkan untuk memberi mereka sesuatu
tetapi menjengkelkan juga untuk tidak memberi mereka apa-apa.
Dan seperti telah diugkapkan diatas bahwa manusia yangunggul
adalah manusia yang mempunyai keberanian untuk memusnahkan nilai-nilai lama,
seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche dibawah ini :
“… Siapa pun yang hendak menjadi kreator dalam kebaikan dan
keburukan, sesungguhnya, ia lebih dahulu harus menjadi pemusnah dan pendobrak
segala nilai.”
Jadi jelaslah bahwa seorang kreator harus berani menyatakan apa
yang menurutnya benar. Adakalanya kebenaran sungguh pahit untuk dinyatakan.
Akan tetapi, kebenaran harus diungkapkan sebab kebenaran tidak bisa dipendam
dan disembunyikan tanpa berbalik menjadi racun yang membinasakan. Orang yang
bijaksana niscaya tidak akan ingkar terhadap kebenaran serta sanggup
mengungkapkannya, sebab “ Diam adalah lebih buruk, semua kebenaran yang
disembunyikan akan menjadi racun.”(Fuad Hassan,1992,67)
Diakhir cerita Also Sprach Zarathustra diungkapkan bahwa Nietzsche
tidak menginginkan penganut-penganutnya untuk terus mengikutinya, Ia
menginginkan manusia mencari jalannya sendiri, mencari jalan hidupnya sendiri.
Bahkan Nietzsche menginginkan untuk terus ditentang dan dilawan oleh para
pengikutnya. Hal ini diungkapkan dalam bukunya tersebut:
“Sekarang aku pergi sendiri, hai penganut-penganutku.
Kalian pun pergilah sekarang, sendiri.
Demikianlah kehendakku.
Jauhilah aku dan lawanlah Zarathustra”
Dan ungkapan ini terus dipertegas dengan ungkapan lain yang juga
terdapat dalam bukunya yaitu :
“Tak sempurnalah seseorang membalas jasa gurunya, bilamana ia
terus menerus bertahan sebagai muridnya saja.”
Dari uraian diatas terlihat lagi ada pengaruh dari Zen Buddhisme
yang mengungkapkan pelajaran itu baru dikatakan telah merasuk dalam diri apabila
telah melakukan kekosongan dan telah mengkosongkan pikirannya. Jika masih ada
pelajaran yang tercantum dalam pikiran maka pelajaran itu tidak atau belum
merasuk dalam diri. Demikian Nietzsche menerapkan setelah menerima ujaran
Zarathustra maka hilangkan ajaran itu dalam pikiranmu dan carilah jalanmu
sendiri, dan tempuhlah sehingga kita dapat membentuk jati diri sendiri.
Nietzsche bisa disebut sebagai seorang nihilis karena ia lebih
dahulu menihilkan segala nilai lama dan mempermasalahkan segala nilai yang
telah mantap. Dan inilah yang dinamakan berfilsafat dengan palu, karena
dihancurkan semua yang telah lama dianut oleh masyarakat kemudian membentuk
nilai baru yang dipercaya oleh individu.
Kesimpulan
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ajaran utama
Nietzsche adalah Kehendak untuk berkuasa (Will to Power) yang dapat ditempuh
dengan mencapai suatu cita-cita manusia unggul atau Übermensch.
Cara mencapai manusia unggul adalah dengan tiga komponen dasar,
yaitu harus mempunyai keberanian, kecerdasan dan kebanggaan. Mereka harus
berani karena mereka harus berani menghadapi kehidupan ini baik kebahagiaan
maupun penderitaan. Nietzsche menegaskan bahwa dengan penderitaan manusia akan
mencapai potensi yang maksimal, karena dengan dihadapkan dengan konflik manusia
akan dapat dengan beik mengeluarkan segala potensi dan kemampuannya dan ini
akan membantu manusia untuk menjadi Übermensch.
Konsep Übermensch inilah yang dapat dilihat sebagai suatu gagasan
yang bernilai eksistensial bagi keberadaan manusia yang berada di dunia ini.
Namun sayangnya Nietzsche tidak sempat merasakan kemasyurannya ini
terutama disaat-saat akhir hidupnya.
Oleh: Arif Wibowo Filsafat UI
Pustaka:
Dagun Save. M, Filsafat Eksistensialisme, cet.1, Rineka Cipta,
Jakarta, 1990
Feibleman, James K., Understanding Philosophy : A Popular History
of Ideas, Ed. 2, Billing & Sons Ltd, New York, 1986
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet.14, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, 1998
Hassan, Fuad, Berkenalan dengan Eksistensialisme,cet.5, Pustaka
Jaya, Jakarta, 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar