Sejujurnya pola pikir mayoritas orang-orang Indonesia itu memang aneh bin absurd. Ketika Malaysia mengklaim budaya Indonesia, spontan orang-orang yang biasanya apatis terhadap politik dan sosial budaya langsung marah-marah dan belagak menjadi sosok yang patriotik dan merasa paling nasionalis. Bahkan ada pula beberapa kelompok masyarakat yang berubah menjadi fasis dengan mencari cara untuk mengusir orang-orang Malaysia di Indonesia, hingga ada yang berniat mempertaruhkan nyawa sampai mati di medan perang melawan Malaysia.
Bukankah seharusnya orang Indonesia itu bangga jika budayanya tersebar luas di dunia?, karena sejauh apapun budaya ditiru, berarti sejauh itulah ekspansi budaya negeri ini. Tak perlu takut dengan klaim dari negeri tetangga yang secara historis memang masih satu rumpun. Hal yang paling penting bagi Indonesia saat ini cukup dengan menjaga, melestarikan dan mengembangkan sumber identitas budayanya. Indonesia sudah seharusnya belajar banyak dari Jepang bagaimana cara menjaga sumber identitas budaya dan belajar dari Amerika bagaimana cara mengekspansi budayanya. Komunitas Internasional itu cerdas, mereka akan mencari tahu sendiri sumber sejarah objektifnya jika memang benar budaya tersebut berasal dari Indonesia. Jangan baru berkoar-koar punya budaya ketika ada negara lain yang mengklaim, ini namanya keblinger dan picik.
Sejarah tidak bisa dipungkiri, bahwa memang Indonesia dan Malaysia adalah saudara tua, dan sang kakak jelas sedang terjebak pada sentimen kecemburuan ideologis dengan sang adik karena euforia superioritas dimasa lalu, akhirnya yang timbul kini hanyalah iri dengki ketika melihat adiknya hari ini jauh lebih maju, mandiri dan kuat secara ekonomi. Ketika sang adik berbicara soal kesamaan budaya, sekonyong-konyong rakyat dari sang kakak ngamuk-ngamuk kesetanan, sikap seperti ini jelaslah merupakan cermin mentalitas inferior yang masih saja dipelihara, padahal sudah seharusnya dibuang ke keranjang sampah sejarah.
Dan kini, coba lihat ketika saudara-saudara Papua kita yang sebangsa dijajah dan dibunuhi oleh tirani militer negerinya sendiri di tanah Papua Barat, sedikit sekali yang bersuara, sedikit sekali yang memiliki empati, sedikit sekali yang memiliki sikap eksistensi untuk ikut membela rakyat Papua yang ditindas oleh moralitas absurd bernama NKRI. Bahkan elit-elit politik dan anggota DPR kita yang terhormat lebih suka bicara soal klaim budaya dan romantisme Lady Gaga dibanding penindasan yang terjadi di Papua.
Jelaslah jika mayoritas orang Indonesia sudah kehilangan nalar instrumental, sudah kehilangan akal logika yang melebur bersama sikap apatisme terhadap penindasan antar sesama manusia. Jadi apalah arti membela-bela kebanggaan budaya dan ilusi nasionalisme jika ia tidak memiliki kepekaan dan toleransi sedikitpun terhadap kemanusiaan yang nilainya jauh lebih universal. Memikirkan bagaimana menghentikan kekerasan dan pembunuhan sistematis Pemerintah terhadap rakyat Papua itu jauh lebih penting daripada kita ribut-ribut soal klaim budaya.
Tarik Militer dari Tanah Papua, Stop Diskriminasi dan Kekerasan di Tanah Papua!!
Freedom for PAPUA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar