Problematika adalah bumbu penyedap kehidupan, ia datang silih berganti untuk menguatkan kita bertarung dalam arus kehidupan. Namun hal yang paling menyesakkan dalam hidup, ketika kita terjatuh dan terpuruk, ketika disaat yang sama kekasih dan sahabat terbaik justru pergi menjauh meninggalkan kita. Ketika kita dipaksa harus hidup dalam kesendirian dan kesunyian, disaat itulah kita dibukakan mata bahwa kenyataan hidup memang brengsek. Ia menidurkan kita dalam tidur panjang imajinasi semu akan keindahan dan kebahagiaan di masa depan tanpa sedikitpun memberi ruang maaf menuju kebaikan akan titik balik kesadaran, tentang relasi kasih sayang yang tertutup oleh egosentrisme naif yang selalu mencari legitimasi pembenaran. Saya pribadi memang tidak akan pernah bisa sempurna. Ketika terus menerus disudutkan oleh kesalahan-kesalahan dimasa lampau tanpa pernah sedikit saja diberi kesempatan untuk memperbaikinya.
Hidup adalah dinamika, hidup itu terus berubah, yang tidak akan pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Maka ketika mereka, dia, atau siapapun mengubur dalam-dalam ruang perbaikan relasi, demi mempertahankan prinsip maka sesungguhnya hati mereka telah mati. Mati terkubur oleh kesombongan dan angkuhnya prinsip semu yang tak memiliki dasar kuat.
Setidaknya kita bisa lega ketika telah mampu menunjukkan potongan kaca yang tersimpan. Meski kemudian menimbulkan tragedi baru tentang perihnya luka yang menancap jantung menyesakkan nafas. Sekarang yang kita perlukan hanyalah mencari cara untuk mengobatinya. Semua orang selalu tahu, bahwa luka ini, luka di hati ini yang nantinya sembuh tak pernah mampu kehilangan bekasnya. Maka lebih baik tuntaskan masalah secepatnya daripada semakin membusuk dan mengakar menjadi penyakit di dalam dirimu. Hidup harus terus berlangsung meskipun pahitnya harus berjalan dalam kesendirian melawan penyesalan bahwa peristiwa buruk pernah terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar